Jumat, 30 Maret 2012

Akhlak dan Adab

Sudah Lama “Ngaji” Tapi Akhlak Semakin Rusak?

March 23rd, 2012 by Abu Muawiah
Sudah Lama “Ngaji” Tapi Akhlak Semakin Rusak?
“Akh, ana lebih senang bergaul dengan ikhwan yang akhlaknya baik walaupun sedikit ilmunya”. [SMS seorang ikhwan]
“Kok dia suka bermuka dua dan dengki sama orang lain, padahal ilmunya masyaAlloh, saya juga awal-awal “ngaji” banyak tanya-tanya agama sama dia”. [Pengakuan seorang akhwat]
“Ana suka bergaul dengan akh Fulan, memang dia belum lancar-lancar amat baca kitab tapi akhlaknya sangat baik, murah senyum, sabar, mendahulukan orang lain, tidak egois, suka menolong dan ana lihat dia sangat takut kepada Alloh, baru melihatnya saja, ana langsung teringat akherat”. [Pengakuan seorang ikhwan]
Mungkin fenomena ini kadang terjadi atau bahkan sering kita jumpai di kalangan penuntut yang sudah lama “ngaji”(1) . Ada yang telah ngaji 3 tahun atau 5 tahun bahkan belasan tahun tetapi akhlaknya tidak berubah menjadi lebih baik bahkan semakin rusak. Sebagian dari kita sibuk menuntut ilmu tetapi tidak berusaha menerapkan ilmunya terutama akhlaknya. Sebaliknya mungkin kita jarang melihat orang seperti dikomentar ketiga yang merupakan cerminan keikhlasannya dalam beragama meskipun nampaknya ia kurang berilmu dan. semoga tulisan ini menjadi nasehat untuk kami pribadi dan yang lainnya.
Akhlak adalah salah satu tolak ukur iman dan tauhid
Hal ini yang perlu kita camkan sebagai penuntut ilmu agama, karena akhlak adalah cerminan langsung apa yang ada di hati, cerminan keikhlasan dan penerapan ilmu yang diperoleh. Lihat bagimana A’isyah radhiallahu ‘anha mengambarkan langsung akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan teladan dalam iman dan tauhid, A’isyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
Yang berkata demikian Adalah A’isyah rodhiallohu ‘anha, Istri yang paling sering bergaul dengan beliau, dan perlu kita ketahui bahwa salah satu barometer ahklak seseorang adalah bagaimana akhlaknya dengan istri dan keluarganya. Rasulolluh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” [H.R. Tirmidzi dan beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan Al-Albani menilai hadits tersebut sahih].
Akhlak dirumah dan keluarga menjadi barometer karena seseorang bergaul lebih banyak dirumahnya, bisa jadi orang lain melihat bagus akhlaknya karena hanya bergaul sebentar. Khusus bagi suami yang punya “kekuasaan” atas istri dalam rumah tangga, terkadang ia bisa berbuat semena-mena dengan istri dan keluarganya karena punya kemampuan untuk melampiaskan akhlak jeleknya dan hal ini jarang diketahui oleh orang banyak. Sebaliknya jika di luar rumah mungkin ia tidak punya tidak punya kemampuan melampiaskan akhlak jeleknya baik karena statusnya yang rendah (misalnya ia hanya jadi karyawan rendahan) atau takut dikomentari oleh orang lain.
Dan tolak ukur yang lain adalah takwa sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkannya dengan akhlak, beliau bersabda,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan hadist ini, “Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, merealisasikan ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia medapatkan kebaikan seluruhnya, karena ia menunaikan hak hak Alloh dan Hamba-Nya. [Bahjatu Qulubil Abror hal 62, cetakan pertama, Darul Kutubil ‘ilmiyah]
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
”Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani) Read the rest of this entry »

Incoming search terms:

  • adab ketika lapar

Bolehnya Membaca Al-Qur`an Dalam Keadaaan Berjalan dan Berbaring

February 6th, 2012 by Abu Muawiah
Bolehnya Membaca Al-Qur`an
Dalam Keadaaan Berjalan dan Berbaring
Dalil akan hal itu adalah firman Allah Ta’ala:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
“Orang-orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan dalam keadaan berbaring.“ (QS. Ali Imran: 191)
Dan firman Allah Ta’ala:
لِتَسْتَوُوا عَلَىٰ ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَٰذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ. وَإِنَّا إِلَىٰ رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ.
“Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kalian mengingat nikmat Rabb kalian, apabila kalian telah duduk di atasnya. Dan suapaya kalian mengucapkan: Maha Suci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami hanya kembali kepada Rabb kami.“ (QS. Az-Zukhruf: 13 – 14 )
Dan As-Sunnah juga telah menerangkan hal ini seluruhnya. Dari hadits Abdullah bin Mughaffal radhiallahu anhu dia berkata:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَهُوَ يَقْرَأُ عَلَى رَاحِلَتِهِ سُورَةَ الْفَتْحِ
“Saya telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam paha hari penaklukan Makkah, di mana beliau membaca surah Al-Fath di atas tunggangan beliau.“ (HR. Al-Bukhari no. 5034 dan Muslim no. 794)
Dan dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَّكِئُ فِي حَجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersandar di pangkuanku sementara saya dalam keadaan haidh, lalu beliau membaca Al-Qur`an.“ (HR. Al-Bukhari no. 297 dan Muslim no. 301) Read the rest of this entry »

Antara Silsilah Durus, Kita dan Fitnah

January 19th, 2012 by Abu Muawiah
Antara Silsilah Durus, Kita dan Fitnah
Oleh: Wira Mandiri Bachrun
Di awal-awal saya tiba di Yaman, seorang teman Yamani meminjamkan sebuah kitab yang berjudul Minhaj Thalibil Ilmi. Kitab yang ditulis oleh salah seorang murid Asy Syaikh Muqbil ini berisi silsilah durus, daftar kitab yang dipakai oleh para ulama dan harus dipelajari oleh seorang penuntut ilmu agar bisa mapan dalam ilmu. Begitu membaca satu persatu judul kitab-kitab tersebut saya baru sadar bahwa perjalanan ini akan sangat panjang. Seingat saya, di antara judul kitab-kitab tersebut:
Dalam bidang tauhid:
- Al Qawaidul Arba’
- Al Qoulul Mufid fi Adillatit Tauhid
- Al Waajibat Al Mutahattimaat
- Al Ushul Ats Tsalatsah
- Kitaabut Tauhid
- Kasyfu Asy Syubuhaat
- Tathiirul I’tiqaad
- Fathul Majid
- Taisir Azizil Hamid
Dalam bidang Aqidah – Asma was Sifaat:
- Lum’atul I’tiqaad
- Al Qowaaidul Mutsla
- Al Aqidah Al Wasithiyah
- Al Aqidah At Thawiyyah
- Syarh At Thahwiyyah
- Risalah At Tadmuriyyah
- Syarhus Sunnah Read the rest of this entry »

Incoming search terms:

  • menghadapi fitnah terhadap diri kita
  • syarah lum atul itiqaad

Makan Sebelum Lapar, Berhenti Sebelum Kenyang

October 1st, 2011 by Abu Muawiah
Makan Sebelum Lapar, Berhenti Sebelum Kenyang
Kami tidak mengetahui mengenai keabsahan hadits ini, yaitu hadits:
نَحْنُ قَوْمٌ لاَ نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوْعَ وَإِذَا أَكَلْنَا لاَ نَشْبَعُ
“Kami adalah kaum yang tidak makan sampai kami lapar dan jika kami makan maka kami tidak (sampai) kenyang.”
Ucapan ini biasa didengar dari sebagian tamu padahal di dalam sanadnya terdapat kelemahan. Mereka (sebagian tamu) biasa mengatakan: Dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Kami adalah kaum yang tidak makan sampai kami lapar dan jika kami makan maka kami tidak (sampai) kenyang.” Maksudnya mereka ini makan secara sederhana.
Makna hadits ini benar akan tetapi ada kelemahan di dalam sanadnya. [Sisi kelemahannya bisa dilihat dalam Zaad Al-Ma'ad dan Al-Bidayah karya Ibnu Katsir]. Amalan seperti ini baik untuk (tubuh) manusia, yaitu jika dia makan karena sudah lapar atau memang butuh untuk makan. Jika dia makan, maka dia tidak berlebihan dalam makan dan tidak sampai kenyang yang berlebih. Adapun jika kenyangnya tidak memudharatkan dirinya maka itu tidak mengapa. Orang-orang di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam dan zaman selainnya, mereka makan dan mereka kenyang. Hanya saja yang dikhawatirkan (mendatangkan mudharat) adalah kekenyangan yang berlebihan. Nabi shallallahu alaihi wasallam pada sebagian kesempatan pernah diundang untuk menghadiri walimah (resepsi pernikahan), beliau juga sering menjamu tamu dan menyuruh mereka makan, lalu merekapun makan sampai mereka kenyang. Kemudian setelah itu barulah beliau dan para sahabat yang tersisa ikut makan. Di zaman beliau shallallahu alaihi wasallam diriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah Al-Anshari pernah mengundang Nabi shallallahu alaihi wasallam -pada hari Al-Ahzab yaitu hari perang Khandaq- untuk menyantap hidangan berupa hewan sembelihan yang kecil yang disantap bersama dengan sedikit gandum. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk memotong roti (gandum) dan daging tersebut, lalu beliau memanggil para sahabat sepuluh-sepuluh orang untuk makan. Maka merekapun makan sampai mereka kenyang kemudian mereka pergi, kemudian datang lagi 10 orang berikutnya, dan demikian seterusnya. Maka Allah memberkahi gandum dan daging tersebut, sehingga semua sahabat yang jumlahnya banyak waktu itu bisa makan seluruhnya, namun tetap saja masih banyak makanan yang tersisa sehingga mereka membaginya kepada tetangga-tetangga mereka. Read the rest of this entry »

Incoming search terms:

  • makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang
  • في hukum makan berlebih lebihan

Amalan di 10 Hari Terakhir Ramadhan

August 20th, 2011 by Abu Muawiah
20 Ramadhan
Amalan di 10 Hari Terakhir Ramadhan
Dari ‘Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarung, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya “. (HR. Al-Bukhari no. 1884 dan Muslim no. 2008)
Dalam lafazh yang lain:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
“Pada sepuluh terakhir bulan Ramadlan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya.” (HR. Muslim no. 2009)
Ada dua penafsiran di kalangan ulama mengenai makna ‘mengencangkan sarung’:
a.    Ini adalah kiasan dari memperbanyak ibadah, fokus untuk menjalankannya, dan bersungguh-sungguh di dalamnya.
b.    Ini adalah kiasan dari menjauhi berhubungan dengan wanita. Ini adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan yang dirajihkan oleh Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahumallah. Read the rest of this entry »

Incoming search terms:

  • 10 hari terakhir ramadhan
  • amalan 10 hari terakhir ramadhan
  • Keutamaan 10 hari terakhir bulan ramadhan
  • 10 hari terakhir bulan ramadhan
  • doa 10 hari terakhir ramadhan

Hak Orang Tua Dari Anaknya

August 4th, 2011 by Abu Muawiah
04 Ramadhan
Hak Orang Tua Dari Anaknya
Allah Azza wa Jalla berfirman:
واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئاً وبالوالدين إحسانا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa.” (QS. An-Nisa`: 36)
Allah Ta’ala berfirman:
وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين احساناإما يبلغن عندك الكبرأحدهما أوكلاهما فلا تقل لهما أُف ٍولاتنهرهما وقل لهما قولاً كريما , واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما ربياني صغيرا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra`: 23-24)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
ووصينا الإنسان بوالديه حُسنا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya.” (QS. Al-Ankabut : 8 ) Read the rest of this entry »

Jika Lupa Membaca Zikir di Awal Amalan

July 20th, 2011 by Abu Muawiah
Jika Lupa Membaca Zikir di Awal Amalan
Tanya:
Bismillah. Afwan ust yg mdh2n Alloh beri barokah atas ilmu krn mndakwahknnya.
Ana  bertnya ttg hadits u mmbc klmt ‘bismillah fi awali wa akhiri’ jk qt lupa mmbc bismillah di awal makan, ap ucapan tsb jg brlaku untuk amalan lain? Syukron jawabannya, smg Alloh beri banyak kebaikan untuk para ustadz
Zul [um_muadz@yahoo.com]
Jawab:
Dari Aisyah radliallahu ‘anh, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebutkan nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awalnya, maka hendaklah ia mengucapkan: BISMILLAAHI AWWALAHU WA AAKHIRAHU (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya).” (HR. Abu Daud no. 3767, At-Tirmizi no. 1858, Ibnu Majah no. 3264, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani)
Nampak jelas dalam hadits di atas bahwa zikir tersebut hanya dikhususkan bagi mereka yang lupa membaca basmalah di awal makannya. Karenanya tidak disyariatkan untuk membaca zikir di atas pada amalan-amalan lain selain makan, karena tidak adanya dalil yang menunjukkan keumuman tersebut. Wallahu a’lam.

Adab-Adab Menyembelih

November 14th, 2010 by Abu Muawiah
8 Dzulhijjah
Adab-Adab Menyembelih
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ
“Dan janganlah kalian makan hewan yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (QS. Al-An’am: 121)
Yakni tidak dibaca nama Allah ketika disembelih.
Dari Rafi’ bin Khadij radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ
“Apa yang bisa mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelih maka makanlah, kecuali kalau yang dipakai menyembelih adalah gigi atau kuku.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no. 1968)
Dari Syaddad bin Aus radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ قَدْ كَتَبَ الْإِحْسانَ فِي كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ وَإِذا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الذِّبْحَةَ، وَلْيَحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu. Karenanya jika kalian membunuh (secara hak) maka perbaikilah cara kalian membunuh dan jika kalian menyembelih maka perbaikilah cara kalian menyembelih, hendaknya orang yang menyembelih itu menajamkan pisaunya dan memberikan kenyamanan kepada hewan yang akan dia sembelih.” (HR. Muslim no. 1955) Read the rest of this entry »

Incoming search terms:

  • adab menyembelih kambing
  • biografi hadits syaddad ibnu aus

Hukum Mengurung Binatang

November 3rd, 2010 by Abu Muawiah
26 Dzulqa’dah
Hukum Mengurung Binatang
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:
نَهَى رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ تُصْبَرَ الْبَهائِمُ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang dari mengurung binatang.” (HR. Muslim no. 1956)
Yang dimaksud dalam larangan di sini adalah mengurung binatang agar bisa membunuhnya dengan dilempar atau yang semacamnya. (Syarh Muslim An-Nawawi: 14/114)
Dari Said bin Jubair rahimahullah dia berkata: Ibnu Umar radhiallahu anhu melewati sekelompok orang yang memasang seeokor ayam sebagai sasaran perlombaan melempar mereka. Tatkala mereka melihat Ibnu Umar, mereka segera berhamburan, maka Ibnu Umar berkata:
مَنْ فَعَلَ هَذا؟ إِنَّ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ مَنْ فَعَلَ هَذَا
“Siapa yang berbuat seperti ini? Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melaknat orang yang berbuat seperti ini.” (HR. Muslim no. 1958)
Dalam sebuah riwayat Muslim:
إِنَّ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ مَنِ اتَّخَذَ شَيْئاً فِيْهِ الرُّوْحُ غَرْضاً
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melaknat orang yang menjadikan makhluk bernyawa sebagai sasaran (lempar).” Read the rest of this entry »

Larangan Memuji Berlebihan

October 31st, 2010 by Abu Muawiah
23 Dzulqa’dah
Larangan Memuji Berlebihan
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
Maksud kalimat ‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)
Kalimat ‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002) Read the rest of this entry »

Tidak ada komentar:

Posting Komentar